Tahun
ajaran baru bagi mahasiswa baru akan segera dimulai, tentu saja sebelum itu ada
berbagai macam kegiatan pengenalan kampus yang diadakan untuk mengenal kampus
lebih jauh, biasanya, acara ini oleh mahasiswa dan kampus untuk menyambut
mahasiswa baru. Biasanya, acara semacam ini selalu saja menjadi ajang
pembuktian diri para senior agar mereka terlihat hebat, terlihat garang dan berwibawa. Meprihatinkan, begitu SBY
mengungkapkan.
Fenomena
ini subur mengakar di lingkungan pendidikan dan memberika warna yang menarik
untuk dibahas di dunia pendidikan. Senioritas sendiri belum ada definisinya,
tetapi banyak dari kita menyimpulkan bahwa senioritas itu adalah situasi dimana
terjadi pemisahan kelompok secara sosial berdasarkan angkatan (dalam kampus) di
lingkup pendidikan. Yang lebih duluan masuk, otomatis melabelisasi diri sebagai
senior dan baru masuk junior. Ini menjadi pola dasar situasi senioritas.
Melihat fenomena ini saya teringat kalimat dari sosiolog Prancis yang saya paksakan
pemikirannya masuk kedalam skripsi saya, Pierre Bourdieu, “..the habitus is a
set of disposition which incline to ACT and REACT in CERTAIN WAYS..”. Agen atau
actor dalam konteks senioritas bertindak dan bereaksi dengan cara-cara
tertentu. Pernyataan tersebut bertanggung jawab, bukan karena ada sumbernya
tetapi secara common sense kita mengiyakan gagasannya jika kita mengerti
mengenai fenomena senioritas. Habitus sendiri adalah kecendrungan seseorang (aktor) untuk beraksi dan bereaksi dengan cara-cara tertentu. Kecendrungan inilah melahirkan praktik-praktik, perilaku, persepsi yang kemudian menjadi kebiasaan yang tidak lagi dipertanyakan aturan-aturan yang melatarbelakanginya. Apapun yang ada dalam habitus, apapun yang tercipta didalamnya, semuanya melalui proses penanaman Inculquees-Terstruktur (Structurees)-berlangsung lama (Durables)-dapat tumbuh kembang (Generatives)-dan dapat diwariskan atau dipindahkan (Transposable). Seperti senioritas ini, semua hal di dalam senioritas itu tidak begitu saja terbentuk.
Tidak
semua orang suka diperlakukan secara keras, layaknya pegas, jika semakin
ditarik maka pegas itu akan semakin keras, tak terlenturkan, sama seperti
manusia.
Ketika
senior dikritik oleh juniornya, masih saja ada senior yang menutup diri untuk
dinilai oleh orang lain, apakah itu generasi yang lebih dulu mengecap
pendidikan tinggi? Mereka bisa mengkritik pemerintah tetapi mereka sulit untuk
menerima kritikan.
Sikap
para senior terkadang menimbulkan dampak negatif, yang menyebabkan mental
junior terganggu, sehingga para junior menjadi terkekang akan ruang geraknya. Hal
ini disebabkan karena keegoisan senior yang selalu ingin di hormati.
Senioritas itu di perlukan, dibutuhkan. Hanya
saja harus bijaksana dalam artian senioritas seperti apa yang ditampilkan. Untuk
itu perlu berpikir matang-matang dan mendalam. Tidak semuanya bisa diturunkan
kepada junior , harus bijak dan berani memilah. Mana yang positif dan negatif. Sehingga, dengan begitu, yang tersisa hanya
ada cinta dan kasih sayang penuh kedamainan, kebersamaan, kebahagiaan antara
senior dan junior dalam kerangka sosial senioritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar